17.7.12

AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG HAQ (BENAR) YANG DIBAWAH OLEH NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM " UJUD ANGKAT"

 AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG HAQ (BENAR) YANG DIBAWAH OLEH NABI  MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM " UJUD ANGKAT" 



Islam secara bahasa (etimologi) adalah berserah diri, tunduk, atau patuh.
Adapun menurut syari’at (terminologi), definisi Islam berada pada dua keadaan:
Pertama: Apabila Islam disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata
iman, maka pengertian Islam mencakup keseluruhan agama, baik ushul
(pokok) maupun furu’ (cabang), seluruh masalah ‘aqidah, ibadah,
keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan
bahwa Islam adalah pengakuan dengan lisan, meyakininya dengan hati dan
berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah
ditentukan dan ditakdirkan. [1]
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim Alaihissallam:

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim
menjawab: ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’” [Al-Baqarah:

131][2]
Ada juga yang mendefinisikan Islam dengan:
َاْلإِسْتِسْلاَمُ ِللهِ بِالتَّوْحِيْدِ وَاْلإِنْقِيَادُ لَهُ
باِلطَّاعَةِ وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ.
“Berserah diri kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tunduk patuh
kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan (atas segala perintah dan
larangan-Nya), serta membebaskan diri dari perbuatan syirik dan

orang-orang yang berbuat syirik.”[3]
Kedua: Apabila Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang
dimaksud dengan Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang
diri dan hartanya terjaga [4] dengan perkataan dan amal-amal tersebut,
baik dia meyakini Islam ataupun tidak. Sedangkan kalimat iman
berkaitan dengan amalan hati.[5]
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا
أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah
(kepada mereka): ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah
tunduk,’ karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu…” [Al-Hujuraat:
14]
Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta
menyempurna-kan agama-Nya yang dianut ummat sebelumnya untuk para
hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan
kenikmatan-Nya dan meridhai Islam sebagai agama. Agama Islam adalah
agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah, agama
(kepercayaan) selain Islam tidak akan diterima Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah adalah Islam.” [Ali ‘Imran: 19]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat ia
termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk
memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diutus untuk seluruh manusia.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ
الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasul (utusan)
Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang memiliki keajaan langit dan
bumi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia,
Yang menghidupkan dan Yang me-matikan.’ Maka berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah
dan kepada Kalimat-kalimat-Nya (Kitab-kitab-Nya) dan ikutilah ia, agar
kamu mendapat petunjuk.”[Al-A’raaf: 158]
Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ
هَذِهِ اْلأُمَّـةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ
وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّارِ.
“Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah mendengar
seseorang dari ummat Yahudi dan Nasrani tentang diutusnya aku
(Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa
yang aku diutus dengannya (Islam), niscaya ia termasuk penghuni
Neraka.” [6]

Mengimani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya
membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa
yang dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu
Thalib (paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) termasuk kafir,
yaitu orang yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam meskipun ia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama
yang terbaik.
Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang terkandung di dalam
agama-agama terdahulu. Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan
sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ
يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
“Dan Kami turunkan Al-Qur-an kepadamu dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap Kitab-kitab yang lain…”
[Al-Maa-idah: 48]

Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat, dan kondisi
ummat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan
menghilangkan kemaslahatan ummat, bahkan dengan Islam ini ummat akan
menjadi baik, sejahtera, aman dan sentausa. Tetapi harus diingat bahwa
Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi ummat sebagaimana
yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila ummat manusia
menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus
masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.
Agama Islam adalah agama yang benar, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama
ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah,
menjauhkan segala (bentuk) perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i, dan
mengamalkan amal yang shalih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur-an)
dan agama yang haq (benar), untuk dimenangkan-Nya atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” [At-Taubah: 33]
Juga dalam firman-Nya:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي
لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa sungguh Dia akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana telah Dia jadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah
kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” [An-Nuur: 55]

Islam adalah agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syari’at. Di antara
bentuk kesempurnaannya adalah:
1. Islam memerintahkan untuk bertauhid dan melarang perbuatan syirik.
2. Memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong.
3. Memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim.
4. Memerintahkan untuk bersikap amanah dan melarang bersikap khianat.
5. Memerintahkan untuk menepati janji dan melarang ingkar janji.
6. Memerintahkan untuk berbakti kepada ibu-bapak serta melarang
mendurhakai keduanya.
7. Islam menjaga agama dan Islam mengharamkan seseorang murtad (keluar
dari agama Islam).
8. Islam menjaga jiwa. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla
mengharam-kan pembunuhan dan penumpahan darah ummat Islam. Islam
memelihara jiwa, oleh karena itu Islam mengharamkan pem-bunuhan secara
tidak haq (benar), dan hukuman bagi orang yang membunuh jiwa seorang
Muslim secara tidak haq adalah hukuman mati.

9. Islam menjaga akal. Oleh karena itu, Islam mengharamkan setiap yang
memabukkan seperti khamr, narkoba dan rokok.
10. Islam menjaga harta. Oleh karena itu, Islam mengajarkan amanah
(kejujuran) dan menghargai orang-orang yang amanah bahkan menjanjikan
kehidupan bahagia dan Surga kepada mereka. Dan Islam juga melarang
mencuri dan korupsi serta mengancam pelakunya dengan hukuman potong
tangan (sebatas pergelangan).[7]
11. Islam menjaga nasab (keturunan). Oleh karena itu, Allah Azza wa
Jalla mengharamkan zina dan segala jalan yang membawa kepada zina.[8]
12. Islam menjaga kehormatan. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla
mengharamkan menuduh orang baik-baik sebagai pezina atau dengan
tuduhan-tuduhan lain yang merusak kehormatannya.
Dalil-dalil bahwa Islam menjaga jiwa, harta dan kehormatan kaum
Muslimin di antaranya:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ
حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا،
فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا، لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ…
“Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian, kehormatan kalian,
haram atas kalian seperti terlarangnya di hari ini, bulan ini dan
negeri ini. Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir…” [9]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
“Lenyapnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya
seorang Muslim.” [10]
Dari Buraidah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قَتْلُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ زَوَالِ الدُّنْيَا.
‘Terbunuhnya seorang Mukmin lebih berat (urusannya) di sisi Allah
daripada lenyapnya dunia.’” [11]

Bahkan darah seorang Muslim lebih mulia dari Ka’bah yang mulia.[12]
Secara umum Islam memerintahkan agar berakhlak yang mulia, bermoral
baik dan melarang bermoral buruk. Islam juga memerintahkan setiap
perbuatan baik dan melarang perbuatan yang buruk.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan ber-buat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah me-larang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengam-bil pelajaran.” [An-Nahl: 90]
Islam didirikan atas lima dasar. Sebagaimana yang disebutkan dalam
sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu
anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَـامِ الصَّلاَةِ،
وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ.
“Islam dibangun atas lima dasar: (1) bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, (2) menegakkan shalat, (3)
membayar zakat, (4) berpuasa di bulan Ramadhan, dan (5) menunaikan
haji ke Baitullaah.”[13]
Rukun Islam ini wajib diimani, diyakini dan wajib diamalkan oleh
setiap Muslim dan Muslimah.
Rukun Pertama: Kesaksian tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi
dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla dan (bahwa) Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba serta Rasul-Nya, merupakan
keyakinan mantap yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya
itu, seakan-akan ia dapat menyaksikan-Nya.

Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang disaksikan itu
ada dua hal, ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa Jalla. Jadi, kesaksian
bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan
Allah Azza wa Jalla merupakan kesempurnaan kesaksian لاَ إِلهَ إِلاَّ
الله, tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali
Allah.
Syahadatain (dua kesaksian) tersebut merupakan prinsip dasar keabsahan
dan diterimanya semua amal. Amal akan sah dan diterima bila dilakukan
dengan keikhlasan hanya karena Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah
(mengikuti) Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ikhlas
karena Allah Azza wa Jalla merupakan realisasi dari syahadat
(kesaksian) laa ilaaha illallaah, tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah. Sedangkan mutaba’ah atau
meng-ikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan
realisasi dari pada kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

Faedah terbesar dari dua kalimat syahadat tersebut adalah membebaskan
hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk dengan beribadah hanya
kepada Allah Azza wa Jalla saja serta tidak mengikuti melainkan hanya
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rukun Kedua: Menegakkan shalat artinya beribadah kepada Allah dengan
melaksanakan shalat wajib lima waktu secara istiqamah dan sempurna,
baik waktu maupun caranya. Shalat harus sesuai dengan contoh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِّي.
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” [14]
Salah satu hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan
hati, serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. [15]
Rukun Ketiga: Membayar zakat artinya beribadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla dengan menyerahkan kadar yang wajib dari harta-harta yang
harus dikeluarkan zakatnya.[16]

Salah satu hikmah membayar zakat adalah membersihkan harta, jiwa dan
moral yang buruk, yaitu kekikiran serta dapat menutupi kebutuhan Islam
dan kaum Muslimin, menolong orang fakir dan miskin.
Rukun Keempat: Berpuasa di bulan Ramadhan artinya beribadah hanya
kepada Allah dengan cara meninggalkan makan, minum, jima’ (bercampur)
antara suami isteri dan hal-hal yang dapat membatalkannya dari mulai
terbit fajar shadiq sampai terbenam matahari.
Salah satu hikmah berpuasa di bulan Ramadhan adalah melatih jiwa untuk
meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridha Allah Azza wa
Jalla.
Rukun Kelima: Menunaikan (ibadah) haji ke Baitullah (rumah Allah)
artinya beribadah hanya kepada Allah dengan menuju al-Baitul Haram
(Ka’bah di Makkah al-Mukarramah) untuk melaksanakan syi’ar atau
manasik haji.

Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang pertama-tama dibangun untuk (tempat
beribadah) manusia adalah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah)
yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” [Ali ‘Imran:
96]

Salah satu hikmah menunaikan haji ke Baitullah adalah melatih jiwa
untuk mengerahkan segala kemampuan, harta, dan jiwa agar tetap taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itulah, haji merupakan
salah satu macam dari jihad fii sabiilillaah.[17]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat Mufradaat Alfaazhil Qur-aan (hal. 423, bagian سَلِمَ),
karya al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani dan Ma’aarijul Qabuul (II/20)
oleh Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami.
[2]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 208 dan QS. Ali ‘Imran: 19.
[3]. Al-Ushuuluts Tsalaatsah oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab
dan Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 68-69) oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih al-‘Utsaimin.
[4]. Dirinya terjaga maksudnya tidak boleh diperangi (dibunuh); dan
hartanya terjaga maksudnya yaitu tidak boleh diambil (dirampas).
[5]. Lihat Ma’aarijul Qabuul (II/21), karya Syaikh Hafizh bin Ahmad
al-Hakami, cet. I, Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah dan Jaami’ul ‘Uluum wal
Hikam oleh al-Hafizh Ibnu Rajab.
[6]. HR. Muslim (I/134 no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[7]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 38.
[8]. Lihat QS. Al-Israa’: 32.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 67, 105, 1741) dan Muslim (no. 1679 (30)),
dari Sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu anhu
[10]. HR. An-Nasa-i (VII/82), dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu
anhu. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1395). Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sha-iih Sunan an-Nasa-i dan
lihat Ghaayatul Maraam fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no.
439).
[11]. HR. An-Nasa-i (VII/83), dari Buraidah Radhiyallahu anhu.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Sunan an-Nasa-i dan
lihat Ghaayatul Maram fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no.
439).
[12]. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3420), dan
dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.
[13]. Mutafaqun ‘alaihi. HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Iimaan pada bab
Qaulun Nabi j بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ (no. 8), Muslim dalam
Kitaabul Iimaan bab Arkaanul Islaam (no. 16), Ahmad (II/26, 93, 120,
143), at-Tirmidzi (no. 2609) dan an-Nasa-i (VIII/107).
[14]. HR. Al-Bukhari (no. 631), dari Sahabat Malik bin Khuwairits.
[15]. Lihat QS. Al-Ankabut: 45.
[16]. Lihat QS. Al-Baqarah: 43.
[17]. Diringkas dan ditambah dari kitab Syarah Ushuulil Iimaan (hal.
4-10) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
 

0 komentar:

Posting Komentar

makalah

Arsip Blog